Lembah Baliem Wamena di Kabupaten Jayawijaya ternyata memiliki nama awal Shangri-la. Nama ini bermula ketika pesawat terbang Amerika pada 1944 melintas di atas pulau Papua. Secara tidak sengaja sang pilot Amerika menemukan Lembah Baliem.
Shangri-la biasa digunakan sebagai kiasan sebuah surga di bumi dalam dunia dongeng. Nama Shangri-la diambil dari novel terbitan tahun 1933 karya James Hilton. Shangri-la juga biasa dipergunakan untuk menggambarkan suatu tempat khayalan yang sangat terpencil, namun berpanorama luar biasa indah.
Sang pilot terus mengamati keindahan Lembah Baliem Wamena yang sangat indah dari ketinggian. Terhampar perkebunan ubi jalar yang dibatasi oleh pagar dengan penataan rapi.
Kaum lelaki dan perempuan Suku Dani dengan pakaian tradisional yang mendiami Lembah Baliem bekerja rajin di kebun. Ditambah lagi perkampungan warga dengan jajaran honai, rumah asli masyarakat Wamena yang sangat khas dan natural.
Hari Suroto, peneliti senior Balai Arkeologi Jayapura yang melakukan penelitian asal usul nama Lembah Baliem Wamena pada Juli 2019 menyebutkan, tak lama sesudah peristiwa penemuan Lembah Baliem, pasukan Amerika yang cuti tugas pergi ke Lembah Baliem Wamena, untuk menghilangkan stres karena peperangan melawan pasukan Jepang di Pasifik yang tak juga kunjung dimenangkan.
Baik tentara Amerika laki-laki maupun perempuan bertamasya ke lembah itu. Namun tamasya berakhir tragis, karena satu pesawat terjatuh sebelum mencapai tujuan, seluruh penumpangnya tewas, kecuali 2 orang tentara laki-laki dan seorang tentara wanita.
Usaha evakuasi para korban bukanlah hal yang mudah, karena pada waktu itu belum ada sama sekali landasan pesawat terbang di Lembah Baliem, sehingga dibutuhkan pesawat layang tanpa mesin yang ditarik dengan pesawat terbang.
“Suku Dani dengan pakaian kotekanya yang berada di lokasi penyelamatan, bersikap ramah dan tak tampak sedikitpun sikap permusuhan dengan orang-orang Amerika,” jelasnya, Minggu (16/2).
Tim evakuasi menganggap keeksotisan Lembah Baliem sebagai suatu fenomena yang menarik layaknya sebuah lukisan. Kisah penyelamatan pasukan Amerika di Lembah Baliem pada 1944 menjadi viral di belahan dunia saat itu.
Kini, Lembah Baliem merupakan daerah tujuan wisata di Papua, baik bagi wisatawan asing maupun lokal yang menyukai panorama alam, wisata pegunungan, trekking, wisata budaya, wisata petualangan hingga wisata etnik.
Suku Dani yang menjadi penduduk asli Lembah Baliem sangat terbuka terhadap wisatawan yang datang.
Lembah Baliem bahkan memiliki festival tahunan yakni Festival Lembah Baliem yang biasa diselenggarakan pada bulan Agustus setiap tahunnya.
Dalam catatan penelitian Hari Suroto ada beberapa hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan wisatawan, sehingga tidak menimbulkan ketidaknyamanan bagi perjalanan travelingnya.
Misalnya saja wisatawan wajib menghormati adat istiadat Suku Dani. Sangat dianjurkan membawa rokok atau permen jika sewaktu-waktu ada warga lokal mengajukan permintaan sebatang rokok.
“Hal ini biasa dilakukan sebagai wujud rasa kebersamaan dan saling menghormati antar sesama. Bukan menagih atau meminta-minta. Bagi wisatawan yang tidak merokok, bisa memberikan permen sebagai gantinya rokok,” ujarnya.
Berkunjung ke Lembah Baliem sangat dianjurkan membawa jaket tebal, payung atau jas hujan, karena suhu udara sering berubah-ubah dan curah hujan yang cukup tinggi.
“Bawalah dokumen resmi (identitas diri atau paspor bagi wisatawan asing) selama perjalanan,” jelasnya.
Sementara hal yang tidak boleh dilakukan selama berwisata ke Lembah Baliem yaitu jangan menunjukkan sikap tidak hormat atau menertawakan masyarakat yang masih menggunakan pakaian tradisional (adat istiadat) setempat.
Bagi wisatawan pecinta trekking, dilarang menerobos pemukiman atau halaman rumah orang yang ada tanda larangan atau silo. Lalu, tidak boleh membakar sampah bekas bungkus makanan sembarangan, tidak boleh mengambil tanaman, buah atau hewan tanpa seizin warga sekitar.
Lanjut Hari, bagi wisatawan yang ingin mengambil gambar foto atau berpose bersama warga masyarakat lokal yang menggunakan pakaian tradisional, sebaiknya minta izin terlebih dulu atau melakukan pembicaraan atau kesepakatan bersama.
“Biasanya masyarakat lokal yang sedang menggunakan pakaian tradisional baik di lokasi wisata atau tempat-tempat tertentu akan meminta imbalan uang sebagai wujud kepemilikan harga diri yang tinggi,” jelasnya.
Sebaiknya juga, wisatawan berhati-hati dengan hewan peliharaan masyarakat setempat seperti babi atau anjing, karena hewan-hewan tersebut memiliki nilai budaya dan bernilai tinggi. Jika terlindas kendaraan tanpa sengaja, maka wisatawan bisa dituntut dengan denda uang ganti rugi yang tinggi.
Selain itu sebaiknya hindarilah jika bertemu dengan orang mabuk. Termasuk saat trekking, sebaiknya tidak membawa uang tunai dalam jumlah besar.
“Bagi wisatawan asing setiba di Kota Wamena, terlebih dahulu harus melapor ke Polres Jayawijaya dan selama berwisata di Lembah Baliem harus didampingi oleh travel agent,” katanya.